Senin, 12 Juli 2010

KRONOLOGIS SINGKAT PENGUMPULAN AL-QURAN

Allah swt berfirman: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. 15 : 9)

Al-Quran adalah kalam Allah swt yang merupakan mukjizat diturunkan kepada Muhammad saw melalui malaikat Jibril, ditulis di mushaf diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya sebagai ibadah.

Menurut beberapa pengkaji keislaman, sejarah pengumpulan al-Quran begitu kompleksitas. Sayangnya pengkaji tersebut tidak memahami secara menyeluruh sumber-sumber yang berkaitan dengan pengumpulan al-Quran itu sendiri. Pengkaji ini mengambil rujukan terbatas pada sumber yang sesuai dengan asumsi-asumsinya saja. Di sisi lain saat menemukan sumber-sumber yang tak sesuai dengan asumsinya mengabaikan sumber itu begitu saja.

Terkait dengan asumsi di atas DR. Yusuf al-Qorodhowi dalam bukunya, kaifa nata’amal ma’a al-Quran al-adzim membagi sejarah pengumpulan al-Quran menjadi 3 bagian. Pengumpulan al-Quran pada masa nabi Muhammad saw, masa kholifah Abu Bakar, dan masa kholifah Utsman.

Pengumpulan pertama: masa nabi Muhammad saw, beliau mengkoordinir secara langsung para penulis wahyu. Nabi pun memerintah mereka untuk menulis setiap wahyu sesaat setelah turunnya. Di samping para penulis al-Quran ini mencatat setiap wahyu mereka pun menghafalkannya. Para penulis wahyu ini menulis al-Quran pada alat apa pun yang mudah mereka dapati sebagai alat untuk menulis. Seperti; kulit, tulang, pelepah kurma, kayu, maupun kertas. Pada awalnya nabi melarang kepada para sahabatnya menulis apapun selain al-Quran, dengan tujuan agar tidak tercampur al-Quran dengan selainnya.

Dengan bahasa lain, al-Quran telah ditulis dan ‘dikumpulkan’ pada masa nabi Muhammad saw hidup. Di sisi lain, berbeda dengan Perjanjian Lama (the Old Testament, dalam terminologi al-Quran biasa disebut dengan Taurat) yang ditulis pada tahun 400 SM atau beberapa abad setelah kematian Musa. Adapun Perjanjian Baru (the New Testament, dalam terminologi al-Quran dinamakan Injil) ditulis pada abad ke-4 setelah kematian Isa, tepatnya pada tahun 325 M.

Di antara ketiga kitab suci agama samawi ini, al-Quranlah yang paling otentisitas dan integritas di dunia. karena kitab samawi terakhir ini, yakni al-Quran ditulis dan dikumpulkan semasa penerimanya dalam keadaan hidup.

Dalam rangka menjaga otentisitas dan integritas al-Quran, nabi Muhammad saw mengulang hafalan al-Quran setahun sekali pada bulan Romadhan di hadapan malaikat Jibril. Hal yang menarik terkait penjagaan al-Quran ini, pada waktu sebelum beliau wafat hafalan al-Quran nabi diulang sebanyak dua kali. Hal ini sebagai penekanan untuk menjaga hafalan.

Beberapa faktor al-Quran mudah dihafal oleh nabi maupun para sahabatnya. Pertama: diturunkan al-Quran secara bertahap atau berangsur-angsur selama masa 23 tahun di kota Makkah dan Madinah. Kedua: keistimewaan gaya bahasa dan diksi al-Quran yang mudah untuk diucapkan oleh siapa pun, indah didengar telinga, dan menentramkan bagi para pembacanya.

Pengumpulan kedua: pada masa kholifah Abu Bakar. Bertepatan dengan tahun 12 Hijriyah, setahun setelah wafatnya nabi Muhammad saw. Pengumpulan ini didasari atas saran dari Umar bin Khottob untuk mengumpulkan al-Quran kembali, karena Umar melihat kekuatiran akan hilangnya al-Quran akibat dari perang Yamamah, perang memerangi orang-orang murtad. Tragedi ini mengakibatkan banyak sahabat penghafal al-Quran yang wafat. Umar pun mengisaratkan untuk mengumpulkan al-Quran secara resmi. Dipilihlah orang-orang terbaik dalam pengumpulan al-Quran ini. Abu Bakar selaku kholifah pertama setelah wafatnya nabi Muhammad saw, menunjuk Zaid bin Tsabit untuk bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengumpulan al-Quran.

Pengumpulan pada masa ini menggunakan 3 metode. Pertama: dikumpulkan kembali tulisan-tulisan al-Quran yang pernah ditulis di bawah pengawasan langsung nabi Muhammad saw. Kedua: kumpulan-kumpulan tulisan ini harus sesuai dengan hafalan para Sahabat. Zaid bin Tsabit selaku penanggung jawab dalam hal ini, tidak menerima tulisan al-Quran kecuali ia membawa 2 saksi bahwa yang ditulis adalah tulisan al-Quran pada masa nabi Muhammad saw masih hidup. Ketiga: setiap tulisan yang dikumpulkan dalam proyek ini harus disaksikan para penghafal al-Quran. mereka adalah yang menyaksikan nabi saw sebelum wafatnya mengulangi hafalan al-Quran sebanyak dua kali dihadapan Jibril. Nampaknya pengumpulan al-Quran ini sangat hati-hati dan teliti.

Pengumpulan ketiga: pada masa kholifah Utsman bin Affan. Tepat pada tahun 25 H, sekitar 14 tahun setelah wafatnya nabi Muhammad saw. Berawal dari Hudzaifah bin Yaman datang ke hadapan kholifah ketiga, Utsman. Setelah ia melakukan ekspedisi ke Armenia dan Azerbaijan. Dia mendapati kaum muslimin berbeda dalam cara membaca al-Quran atau terjadi variae lectiones (ragam bacaan) dalam masyarakat muslim. Kekuatiran pun timbul akan terjadi perselisihan dalam tubuh kaum muslim sebagaimana perselisihan orang Yahudi dan Kristen terhadap kitab suci mereka. Kholifah Utsman memahami maksud ini, ia meminta Hafshoh binti Umar bin Khottob untuk mengirim mushaf yang pernah dikumpulkan pada zaman kholifah Abu Bakar. Kholifah Utsman memerintahkan sahabat penulis wahyu untuk menyalinnya kembali ke dalam beberapa mushaf. Seandainya terjadi perselisihan cara membaca al-Quran, maka disesuaikan bacaannya dengan dialek suku Quraisy, karena al-Quran diturunkan kepada Muhammad saw, sebagai suku Quraisy di jazirah Arab.

Perlu digarisbawahi, pengumpulan kembali al-Quran ini merujuk pada bentuk lingua franca aslinya yaitu bahasa Arab. Perbedaan mendasar antara al-Quran dengan Injil maupun Taurat. Al-Quran tetap eksis tertulis dengan menggunakan bahasa aslinya (bahasa Arab). Namun tidak demikian dengan Injil ataupun Taurat. Keduanya ditulis dengan mengunakan sandaran bahasa terjemahan, karena bahasa asli kedua kitab tersebut (Injil dan Taurat) tidak pernah dapat ditemukan hingga sekarang.

Selanjutnya kholifah Utsman memerintahkan semua tulisan yang terkait dengan al-Quran segera dibakar. Mushaf yang ditulis pada masa ini dinamakan mushaf Utsmani. Hingga sekarang dapat disaksikan mushaf yang ditulis pada masa kholifah Utsman itu.

Poin-poin terpenting pengumpulan al-Quran oleh kholifah ketiga ini, Utsman bin Affan. Pertama: penulisan al-Quran ini menggunakan dialek Quraisy, karena didasari bahwa al-Quran diturunkan dengan menggunakan dialek nabi Muhammad saw, beliau berasal dari suku tersebut. Kedua: membersihkan mushaf al-Quran ini dari penjelasan makna, tafsiran sahabat, dan footnote. Ketiga: mushaf Utsmani ini bersih dari titik pada hurufnya maupun harakat (vowel point).

Hal menarik, pengumpulan al-Quran ini dilakukan secara transparan dan terbuka di hadapan para sahabat senior maupun semua lapisan sosial-masyarakat saat itu. Para sahabat senior ini sepakat dengan yang dilakukan oleh kholifah Utsman dalam pengumpulan al-Quran. Jika demikian, hal tersebut adalah bentuk ijma atau konsesus para Sahabat nabi.

Dalam beberapa sumber yang sampai ke kita, kholifah Utsman memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf pribadi. Sumber ini disalahartikan oleh orientalis sebagai awal ketidakotentikan al-Quran. Namun apa yang dilakukan kholifah Utsman dalam upaya penyeragaman atau standardisasi teks dan bacaan al-Quran itu merupakan sebuah prestasi dalam penjagaan otentisitas dan integritas al-Quran. Kemungkinan jika kholifah utsman tak melakukannya, al-Quran telah menjadi berbeda-beda versi pada setiap sekte Islam.

Faktor pendorong untuk penyeragaman atau standardisasi teks dan bacaan ini. Pertama: sebagian mushaf pribadi yang dimiliki para Sahabat terdapat tafsir ataupun tulisan-tulisan selain al-Quran. Dikuatirkan generasi belakangan akan menganggap tafsiran itu sebagai bagian dari al-Quran itu sendiri. Kedua: sebagian mushaf pribadi yang dibakar ditemukan varian bacaan yang keliru. Ketiga; sebagian mushaf pribadi itu ditulis menggunakan dialek suku masing-masing. Tidak mengunakan bahasa tulisan al-Quran yang mencakup seluruh bahasa dan dialek suku arab. Keempat: sebagian mushaf pribadi memiliki perbedaan dalam cara kepenulisan huruf-huruf al-Quran.

Pada akhirnya hasil pengumpulan al-Quran ini digunakan untuk textus receptus Utsmani sebagai lectio vulgata (bacaan resmi) seluruh umat Islam. Agar hasil ini dapat dirasakan secepatnya ke seantero negara muslim, kholifah Utsman menyalinnya menjadi 5 mushaf sesuai pendapat yang umum dikalangan sarjana ulum al-Quran. Satu mushaf al-Quran disimpan di kota Madinah, dan empat salinannya dikirim ke Kufah, Bashrah, Damaskus, dan menambahkan kota Makkah ke jajaran empat kota di atas. Di samping mengirim mushaf itu ke kota metropolitan Islam, dikirim pula beserta mushaf tersebut para Qurra’ (penghafal al-Quran) untuk mengajarkan cara membaca al-Quran dengan baik dan benar.

Dan kesimpulannya, al-Quran yang diturunkan dan dibaca para Sahabat pada masa nabi Muhammad saw adalah al-Quran yang dibaca oleh Muslim saat ini. Al-Quran yang terjaga ini adalah kitab suci yang dibaca dan dihafal oleh berbagai sekte Islam, baik yang menamakan dirinya Salafi, Sunni, Syiah, al-Azhari, Sufi, Ikhwanul Muslimin, maupun selain sekte Islam di atas. Karena Al-Quran dari awal diturunkan hingga saat ini dan sampai hari kiamat tetap terjaga tidak ada pengurangan atau penambahan huruf, kata, kalimat, ayat, maupun suratnya.

1 komentar: